Tips cara menulis naskah Stand Up comedy
Sebelum melakukan Stand Up Comedy, ada baiknya kita membuat garis besar
materi yang akan kita sampaikan. Ada beberapa style yang sering digunakan comic
Stand Up Comedy, salah satunya adalah menggunakan hastag (#) sebagai puchline
pembuka.
Berikutnya adalah memilih kata. Tahap ini dinamai diksi. Diksi menjadikan
lelucon menjadi lebih tajam dan dapat ditangkap semua kalangan umur maupun
strata sosial. Diksi bisa jadi sangat nyeleneh dan kontroversial. Ini
dimaksudkan agar penonton lebih memperhatikan dan bertanya-tanya dengan lelucon
apa yang akan kita sampaikan. Sebagai contoh comic bisa menggunakan kata
bunting daripada kata hamil.
Mempelajari aksen dari berbagai suku bisa sangat membantu dalam menyusunan
materi lawakan sehingga cerita dapat mengalir lebih lancar. Sebagai contoh,
kata mengapa dengan aksen Batak akan terasa berbeda karena adanya kekhasan pada
pengucapan huruf ‘e’.
Hal-hal yang dapat dilakukan saat menyusun naskah Stand Up Comedy, yaitu:
1. Persiapkan tema besar yang akan dibicarakan, perbanyaklah informasi
tentang lawakan yang akan kita bawakan
2. Siapkan perkenalan yang sangat khas sebagai yang dapat menarik perhatian
penonton
3. Siapkan puchline sebagai pembuka alur lawakan, punchline bisa berupa
perkenalan yang digabungkan dengan lawakan pertama.
4. Membuat dan menghubungkan beberapa tema kecil
5. Membuat penutup yang fantastis, sehingga lawakan kita berkesan pada
penonton
6. Perhatikan larangan pada Stand Up Comedy di Indonesia
7. Perhatikan jenis penonton, apakah cocok dan bisa menerima jenis lawakan
kita atau tidak
Susunlah naskah Stand Up Comedy sesuai dengan gayamu agar lebih mudah
dibaca sehingga kita dapat merasakan lelucon yang akan kita bawakan. Jangan
takut lawakan kita garing. Kita bisa berlatih di depan teman-teman kita dulu.
George Carlin berkata, “Aku beruntung dapat mengkreasi IDEA menjadi SCRIPT
(writing) kemudian DiPERFORMkan.”
Urutannya:
1. Ide (dalam pikiran) melayang-layang
1. Script (skenario), materi tertulis
1. Perform. – Menjadi sebuah aksi
AUDIO-VISUAL-ACTING
Titik puncaknya adalah AUDIO-VISUAL-ACTING
Sajian hiburan fisik; hiburan-seni yang menggunakan diakfragma, nafas,
otak, ekpresi tangan, kaki, alis mulus, hidung, dll.
semua bagian tubuh hampir berfungsi untuk menghidupkan poin no 2. Script (skenario), materi
tertulis.
Script itu Flat, natural, dan tak ada konteks
Jadi Comedianlah yang menghidupkan isi script itu menjadi bentuk monolog
yang ber 5D
1 -> Kita melihat sesosok Individu –
Comedian; manusia bukan animasi.
1 -> Ide yang keluar dari pikiran comedian
1 -> Ide yang bisa dirasakan dan dilihat
lewat bayangan pikiran kita
1 -> Cerita yang bisa membuat pendengar
hanyut dalam emosi-tawa, bahkan emosi marah/ emosi superiority.
1 -> Kita merasakan dalam wahana tawa yang
begitu dahsyat.
Namun, jika kita melihat scipts mereka, kita hanya melihat kertas yang
berisi coretan-coretan yang tak ada arti dan konteks. Tidak berisi
empati dan emosi, lucunya pun tak dapat kita tangkap.
Namun, jika dijalankan oleh sang maestro comedy, materi itu HIDUP, terasa
bernafas, merepresentasikan 5D, dan tentu merangsang audience untuk tertawa.
Kesimpulan; Materi yang kita tulis di atas kertas hanya 5% dari hiburan,
95% adalah berada di otak comedian. Comedian harus menjewatahkan menjadi sebuah
ide/gambar/suara/ yang dapat membuat kita tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar